22 November 2008

WORKSHOP PERCEPATAN DIFUSI DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI ENSILASI (6 NOVEMBER 2008)

Petenakan rakyat dalam hal ini khususnya adalah peternakan sapi potong, belumlah menjadi sumber penghasilan yang dapat memberikan keuntungan yang mensejahterakan peternak rakyat sebagai pemilik ternak.

Yang saat ini berkembang untuk menyambut mandiri daging 2010 adalah peternakan besar yang bakalannya berasal dari impor pedet (anak sapi) yang umumnya disebut sapi BX yang tidak lain adalah sebutan untuk anak sapi Brahman Cross.

Dalam pengusahaan peternakan besar tersebut sepertinya sudah terjadi penyimpangan tujuan awal, yang awalnya hanya merupakan penyalur untuk penyediaan calon bakalan bagi peternakan rakyat, beralih menjadi usaha penggemukan untuk dijual langsung dalam bentuk sapi siap potong setelah digemukkan 3 bulan.

Dari tujuan awal menjadi penyalur calon bakalan bagi peternakan rakyat, menjadi pengusaha ternak potong penghasil daging untuk rumah potong hewan sekaligus menjadi pesaing utama peternakan rakyat.
Skalanya pun menjadi skala usaha peternakan besar komersil.
Usaha peternakan besar tersebut hanya mempekerjakan rakyat untuk menjadi buruh kandang, bukan menjadi mitra pemelihara ternak.

Bila ditinjau secara menyeluruh, ada benang merah yang dapat ditarik dari persoalan peternakan rakyat ini. Benang merah tersebut adalah :
1. penyediaan calon bakalan untuk digemukkan dan penyediaan hijauan untuk pakan utama penggemukan sapi di satu pihak dan
2. pasar bagi hasil penggemukan sapi yang menguntungkan peternak rakyat di lain pihak.

Jadi : bakalan, pakan dan pasar sapi siap potong selalu menjadi masalah utama dalam usaha pengembangan peternakan rakyat, sehingga sampai hari ini belum ada peternakan sapi potong milik rakyat yang menghasilkan pendapatan yang mensejahterakan peternak rakyat sebagai pemilik ternak.

Menyoal kebijakan mandiri daging 2010 yang dicanangkan Deptan, khususnya Ditjen Peternakan, masalah penyediaan pakan hijauan menjadi salah satu hal sangat membantu bila dapat diwujudkan, mengingat pakan mengambil porsi hampir 70% biaya produksi.

Model Crops Livestock System (CSL) seperti yang pernah ditulis Menteri Pertanian Dr. Ir. Anton Apriyantono di media masa, memperkuat pendapat bahwa masalah pakan hijauan ini bagi usaha peternakan sapi potong dapat diwujudkan tanpa harus menambah lahan untuk pengadaan pakan hijauan tersebut dengan usaha peternakan terpadu .

Kalau di CSL adalah memanfaatkan lahan diantara tanaman kelapa sawit untuk ditanami rumput dalam usaha integrasi sapi potong dengan kebun kelapa sawit, maka hal yang sama bisa diterapkan untuk memanfaatkan limbah hijauan perkebunan jagung atau tebu yang berlimpah di musim panen raya bulan Januari dan Februari, untuk diawetkan dan dimanfaatkan di musim kemarau untuk pakan hijauan sapi potong milik peternakan rakyat.

Visi Dan Misi Workshop.
Pengawetan Hijauan limbah pertanian yang paling sedikit menurunkan mutu adalah pengawetan dengan cara ensilasi untuk menghasilkan silase hijauan makanan ternak, dibandingkan dengan pengawetan kering.

Masalah pokok yang dihadapi dalam pengawetan HMT menjadi silase HMT adalah kemasan yang harus kedap udara. Kemasan yang paling mudah, paling ramah lingkungan dan paling mudah dapat digunakan untuk memadatkan hijauan menggunakan alat press hidarulik , adalah kemasan berupa drum plastik bertutup yang dilengkapi klem besi pada tutupnya untuk mempertahankan tutup tidak terbuka saat penyimpanan, sebagai silo.

Pada saat panen raya akan dihasilkan limbah berupa hijauan dalam jumlah besar, yang untuk pengawetannya dengan cara ensilasi membutuhkan silo drum dalam jumlah besar pula.
Disinilah mengapa workshop ini berusaha menghadirkan banyak pihak untuk dapat memberikan pemecahan masalah dalam pengadaan silo oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat.

Jadi visinya adalah :
"bagaimana melibatkan rakyat dalam meyediakan silo drum agar pengusaha pengawet limbah dapat memproduksi silase dengan bahan baku hijauan yang sangat melimpah di musim panen raya Januari Februari, kemudian menjual hasil pengawetannya pada rakyat yang sudah mengivestasikan sahammya berupa silo drum pada pabrik pengawet hijauan tersebut, di musim kemarau yang sangat kering di bulan Juli sampai September".

Dari hitungan di atas kertas, diketahui bahwa omset 1 ton silase per hari atau 300 ton pertahun, sudah memberikan keuntungan yang sangat baik bagi pengusaha pengawet limbah hijauan tersebut, dengan B/C ratio 20,11 dan BEP 1,73 serta IRR 40%, sehingga dapat dikatakan usaha pengawetan hijauan limbah ini seharusnya sangat layak.

Oleh karena itulah maka misi dari workshop ini adalah: "mengajak pihak-pihak terkait mewujudkan bagaimana caranya agar para pengusaha yang memiliki akses perkebunan jagung atau tebu dapat menyisihkan sebagian dananya untuk mengusahakan limbah hijauan pertanian sebagai komoditi pakan hijauan untuk pakan sapi potong".

Masalah percepatan difusi dan pemanfataan teknologi (PDPT) ensilasi di lapangan.
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya bahwa masalah kemasan kedap udara merupakan masalah kunci pemanfatan teknologi ensilasi untuk pengawetan Hijauan.

Untuk pengadaan kemasan kedap udara ini sebetulnya dapat melibatkan masyarakat petani peternak rakyat.Untuk melibatkan masyarakat, bagaimana teknologi itu dapat dimanfaatkan oleh rakyat menjadi masalah utama. Untuk itu, maka perlu adanya pelatihan, sosialisasi dan pembudayaan cara beternak yang baik dan benar agar rakyat dapat memahami segitiga Feeding Breeding dan Management (FBM) dalam pengusahaan pengemukan sapi potong.

Berdasarkan pendapat rakyat yang telah merasakan pemanfaatan produk silase HMT untuk pemeliharaan ternaknya, diperoleh kesan bahwa rakyat merasa senang memelihara dengan pakan yang sudah tersedia dan tidak susah payah menyabit rumput setiap kali akan memberi pakan.

Dari hal ini maka masalah yang perlu ditekankan untuk PDPT ensilasi adalah:
1. masalah edukasi, sosialisasi dan pembudayaan produk silase pada peternak rakyat.

a. Masalah edukasi berupa pelatihan pemanfataan produk silase,
b. Masalah sosialisasi berupa demonstrasi cara pemberian pakan dengan produk silase HMT
c. Masalah pembudayaan berupa membudayakan kerja efisien dan terukur dalam pengusahaan penggemukan sapi potong .

2. masalah difusi dan pemanfaatan teknologi ensilasi pada pengusaha pemilik akses perkebunan jagung atau tebu.


Sumber: http://portal.bppt.go.id


No comments:

Post a Comment